
Hadapi Perang Asimetrik, TNI Harus Perkuat Keamanan Siber
JAKARTA - Perang asimetrik bukan cuma ancaman, karena sebenarnya sudah terjadi. Pencurian informasi dan saling ancam antar-negara mewarnai hubungan diplomatik dewasa ini. Dalam usianya yang ke-70 TNI diharapkan mampu menjadi salah satu garda terdepan penjaga kedaulatan wilayah NKRI.
\nNamun, TNI juga dihadapkan pada realita bahwa kini tak hanya wilayah darat, laut, dan udara yang menjadi ajang peperangan. Adalah wilayah cyber yang di era serba digital ini membutuhkan perlakuan khusus, utamanya untuk membangun pertahanan cyber nasional yang handal.
\nPengamat Keamanan Cyber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) Pratama Persadha menjelaskan bahwa TNI punya peran sangat krusial dalam membangun pertahanan cyber. Terutama SDM dan alutsista yang dimiliki akan sangat membantu terwujudnya Badan Cyber Nasional yang kuat.
\n“TNI punya alutsista yang juga terkait dunia cyber, namun yang lebih penting, urusan pertahanan secara makro, TNI sangat menguasai. Karena itu membangun pertahanan cyber, TNI wajib dilibatkan,” jelasnya.
\nPratama menambahkan bahwa penting bagi TNI ikut serta dalam pembentukan sistem pertahanan cyber yang kuat.
\n“TNI mempunyai banyak alutsista yang harus diakui sebagian besar berasal dari luar negeri. Untuk menjamin keamanan cyber jangka panjang, TNI harus diperkuat dengan peralatan buatan dalam negeri dan juga diperkuat kemampuan pertahanan cybernya,” terang Pratama.
\nBisa dibayangkan bagaimana berbahayanya bila peralatan komunikasi maupun senjata yang terintegrasi satu sama lain ini bisa disadap dan diinflitrasi negara lain. Tidak hanya informasi penting yang bisa dicuri, namun dengan remote dari jarak jauh, senjata yang ada bisa saja tidak berfungsi.
\n“Kita memasuki perang asimetrik, di mana perebutan dan pencurian informasi strategis menjadi kunci utama menangnya sebuah negara. AS berhasil masuk ke Iraq misalnya, tentu dengan bantuan alat dan intelijen canggihnya dalam mengambil serta mengamankan informasi agar sampai ke tujuan,” pungkasnya.
\nKini dengan anggaran kurang lebih Rp120 triliun, TNI diharapkan terus melakukan pembaruan alutsista dan juga penguatan kekuatan cyber. Peningkatan kualitas SDM dan infrastruktur cyber di tubuh TNI niscaya akan banyak membantu dalam menghadapi perang asimetrik ini.
\n“Soal perangkat militer hibah dari luar negeri sebenarnya tidak ada masalah. TNI hanya perlu melakukan screening ulang untuk mengecek apakah ada hardware maupun software yang ditanam untuk menyadap maupun melakukan kontrol jarak jauh,” tegas pria yang pernah menjadi Plt Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara ini.
\n